Postingan

Balada Jodoh di Squad 6 #30DWC6

Tring!                 Suara notifikasi WA dari ponsel Rully berbunyi, ia menghentikan kegiatan menulis skenario film cinta subuh terbarunya. Satu pesan masuk dari grup terbaru yang diikutinya. Sebenarnya ini kali ketiga ia mengikuti tantangan menulis 30 hari non-stop (30 day’s writing challenge/30DWC) yang diadakan oleh Inspirator Academy yang dibimbing oleh passion writer Rezky Firmansyah. Dengan bersemangat, Rully menyimak arahan dari grup tersebut. Kali ini ia menantang dirinya sendiri menjadi guardian atau ketua dari squad yang terdiri dari sepuluh anggota 30DWC.                 Hari pertama, Rully memimpin perkenalan squad 6 yang diketuainya. Sembilan anggota yang lain secara bergantian mencopy form perkenalan yang dibuatnya. Dengan format nama, domisili, sosial media hingga status menikah. Ada Mujahidah dari Balikpapan, Maya dari Jakarta, Nian dari Malang, Nikmatul dari Jogja, Nilla dari Bengkulu, Novi dari Surabaya, Retno dari Sidoarjo, Sally dari Jakarta, dan Fithri dari

Budaya berbahasa Daerah

                Di hari ke 23, saya menulis blog menggunakan bahasa jawa ( http://retno30dwc.blogspot.com/2017/06/ayo-pakai-bahasa-daerah.html ). Kenapa demikian? Karena saya ingin mengetahui kemampuan berbahasa daerah saya sekaligus rindu dengan budaya berbahasa jawa. Mulai dari menulis bahasa jawa, dialog bahasa jawa, dan apapun tentang bahasa jawa. Di kehidupan sehari-hari, terutama di rumah, keluarga saya memang menggunakan bahasa jawa. Tapi di lingkungan saya mengajar, sehari-harinya tidak menggunakan bahasa jawa. Semuanya menggunakan bahasa indonesia. Memang, bahasa indonesia adalah bahasa negara kita. Wajib juga menggunakan bahasa Indonesia.                 Tapi yang saya khawatirkan adalah budaya berbahasa daerah mulai luntur. Tidak hanya bahasa jawa saja yang saya maksud disini. Semua bahasa daerah yang kita miliki. Tapi saya mengambil contoh bahasa jawa yang merupakan bahasa daerah saya. Tadi pagi, saat saya menghadiri rapat kerja gabungan yayasan tempat saya mengajar

Pilih Niat di Dunia kependidikan

                Beberapa hari kemarin, seluruh sekolah SMA yang belum terakreditasi di wilayah Surabaya sedang melaksanakan proses Akreditasi. Agar sekolah bisa diakui dengan resmi, bisa beroperasi sebagaimana sekolah yang lain. Dan yang terpenting, siswa mempunyai kesempatan besar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri.                 Entah kenapa saya turut kecemplung ke dalam tim akreditasi yang sungguh luar biasa itu. Kenapa saya sebut luar biasa? Karena dalam penilaian akreditasi sangat detail dan terencana sekali. Ada beberapa standar yang harus dipenuhi. Yakni mulai standar proses, standar pendidik dan  tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, standar isi, standar kompetensi kelulusan, standar pengelolaan, dan standar penilaian. Dan di setiap standar juga harus memiliki bukti fisik.                 dan menurut saya, bukti fisik itu agak memberatkan kinerja para pendidik. Karena tugas guru atau pendidik yang saya kira dulunya sebel

Surga yang Tersembunyi

                Adventure , piknik, mengunjungi tempat-tempat wisata alam beberapa tahun silam kemarin hingga sampai saat ini masih menjadi trend diantara anak muda ataupun para orang dewasa. Piknik bisa jadi hanya Sekedar untuk liburan karena penat dengan pekerjaan sehari-hari atau bahkan menjadi passion bagi beberapa orang.                 Di indonesia, piknik ke wisata alam masih menjadi kegemaran beberapa Orang. Karena pemandangan alam ciptaan Allah tidak akan pernah ada habisnya dan tidak akan pernah ada yang bisa menandingi. Apalagi di Indonesia, negara yang alamnya subur dan sangat indah ini memiliki banyak wisata alam. Yah, sangat banyak sekali. Dalam satu daerah atau kota di Indonesia, minimal sepuluh destinasi wisata pasti ada. Entah itu wisata alam, ataupun wisata budaya.                 Saya sendiri juga punya pengalaman yang indah dengan alam Indonesia. Masa’ iya orang Indonesia tidak pernah bersua dengan alamnya sendiri. Tahun 2015, saya sama saudara-saudara ya

Kampung Sarip (part 2)

         Sambungan day 20             Dan saya baru sadar, apartemen itu bukan milik tambak oso. Sama sekali bukan. biarlah teman-teman pada mengolok-olok kalau tambak oso tidak ada ind*maret nya. toh, itu bukan sesuatu yang sekarang harus dibanggakan. Karena sesuatu yang bisa dibanggakan milik Daerah adalah bukan kecepatan pembangunan suatu gedung pencakar langit. Namun adalah bagaimana suatu daerah tersebut bisa mempertahankan potensi alamnya yang dimiliki hingga sekarang. Masa bodoh saya mikirin Apartemen yang ada di Desa sekarang yang sudah bertahun-tahun belum selesai juga. Toh saya bisa apa selain hanya mempertahankan yang masih tersisa?             Kembali ke Desa saya yang lekat dengan legenda,             Tambak oso, desa yang dikenal dengan kampung sarip. Legenda yang terjadi saat perang dengan belanda jaman dahulu kala. Kala itu, sarip adalah nama seorang warga tetangga desa yang terkenal sangat keji. Suka merampok dan jika tidak dikasih apa yang diinginkannya ia

Pemburu Kuliner, Pendeteksi Lidah

Saya, adalah pemburu berbagai kuliner yang belum pernah masuk ke lidah. Dan untungnya lagi, setiap teman jalan saya selalu setuju dengan pemburuan saya. Meski ada yang tidak setuju, saya akan meyakinkan dia kalau kita harus punya pengalaman nyobain berbagai kuliner yang belum pernah dicoba sama sekali. Mumpung masih muda dan sehat, hehe. Dan tentu saja kuliner yang saya buru harus halal.                 Saya sudah bisa mendeteksi makanan negara mana yang cocok dengan lidah dan perut saya. Kuliner barat sudah oke dengan lidah, seperti fast food , pizza dan kuliner barat yang lain yang umum ditemukan di Indonesia. Kuliner timur tengah malah cocok banget dengan lidah saya. Kebab, nasi kebuli, oke banget. Dulu saya kenal kebab dari novel KCB karya habiburrahman, waktu itu di Indonesia belum banyak yang jual kebab seperti sekarang ini. Makanan jepang juga sudah klop dengan lidah saya. Saya kenal masakan jepang juga dari buku. Eh, dari komik tepatnya. Betapa diriku ini latah sekali kalau

Penggemar Pak Dahlan yang Gila

                 Dalam hidup ini, kita hidup sebagai manusia tidak lantas belajar sesuatu tanpa meneladani Seseorang. Pasti ada satu atau dua seseorang yang kita teladani. entah itu dari sifat, karakter, atau karyanya. Misalnya, orang islam nih. Yang diteladani adalah sosok nabi Muhammad SAW. Meskipun kita yang sebagai umat islam tidak bisa persis untuk meniru sifat Rasulullah. Setidaknya kita bisa meneladani beliau yang sempurna akhlaknya. untuk itulah saya memakai kata ‘meneladani’, bukan meniru.                 Nah, ngomon-ngomong tentang meneladani sifat seseorang nih. itu berarti secara tidak langsung kita menjadikan seseorang yang kita teladani sifatnya tersebut menjadi idola kita. Dalam aspek kehidupan, saya menerapkan konsep ‘idola’ dalam hidup saya. Ada beberapa sosok dari orang terkenal yang saya jadikan idola karena beberapa sebab. Kalau dalam kehidupan Islam, meneladani sifat Rasulullah adalah suatu keharusan. Karena Rasulullah adalah sebaik-baik suri tauladan yang ba